Senyum Terakhir Dari Ayana
Created By : @BingoPutih
“Ayana..” Panggil seseorang dari belakang. sebut saja Gusva
Gusva
adalah sahabat sekaligus pacar Ayana. Ganteng, cool, dan mungkin yang
membuat seluruh cewek tertarik adalah rambutnya yang JIPRAK, dia juga
tinggi, putih and PINTAR. Ayana adalah anak dari pengusaha kaya. Ayana
adalah pacar Gusva. Dia lucu menggemaskan, dengan rambut pendeknya, dia
juga sama dengan Gusva, tinggi dan putih.
“eh kamu Gus, ada apa kangen ya?” Goda ayana.
“ihh, Ge-eR banget sih kamu” kata Gusva pura-pura cuek
“oh, jadi gak kangen ya sama aku?” balas ayana, dengan murung
“ya
kangen lah, siapa sih yang gak kangen sama kamu” kata Gusva, sambil
mencubit kedua pipi ayana yang tembem itu “aww, sakit tau!!” kata ayana
sedikit kesakitan dan memegang kedua pipinya yang merah akibat cubitan
Gusva
“wkwkwk, kamu sih gemesin” balas Gusva tertawa melihat ekspresi ayana yang menurutnya LUCU
“auu ahh” kata ayana sedikit ALAY
Tiba-tiba saja pandangan ayana kabur. ayana tak sadarkan diri.
“Ayana..
ay, kamu kenapa? ay, bangun ay!” kata Gusva sambil menggoyang-goyangkan
tubuh ayana yang tergeletak lemah di tempat tidur UKS.
Ayana, ya.
dia mempunyai suatu penyakit yang tak ada seorang pun yang tahu,
kecuali ibunya. Bahkan ayah dan Gusva pun tak tahu tentang penyakit
Ayana. Ayana sering jatuh pingsan dan mimisan.
Ayana berusaha sedikit membuka mata, dan akhirnya dia berhasil.
“Ay, kamu udah siuman?” Kata Gusva sambil menggenggam tangannya erat. tampaknya dia sangat khawatir dengan keadaan ayana.
“Aku dimana gus?” tanya ayana “kamu di UKS, kamu pingsan tiba-tiba saat kita berjalan tadi” kata Gusva menjelaskan.
Ayana berusaha mengingat apa yang terjadi, namun NIHIL, kepalanya sakit untuk mengingat semua itu.
“gus, maafin aku ya, udah buat kamu repot” kata ayana membalas genggaman tangan Gusva
“engga ay, itu semua udah tugas aku sebagai pacar kamu” kata Gusva sambil menatap ayana serius
“aku sudah membaik, sebaiknya kita pulang” ajak ayana pada Gusva
“kamu yakin ingin pulang?” tanya Gusva meyakinkan
“iya” ayana mengangguk
“baiklah” kata Gusva sambil membantu ayana bangun dari tempat tidur menyebalkan itu.
Hari ini, adalah hari Minggu, Ayana dan Gusva sudah berjanji untuk pergi ke taman.
Tinn..
Tin… bunyi klakson sepeda motor Gusva sudah berbunyi. Sepertinya dia
sudah datang. ayana sengaja menyuruhku untuk naik motor, karena ayana
lagi BM (bad mood) untuk naik mobil. ayana pun segera turun dan
menghampiri PANGERAN’nya itu.
“Pagi bidadari cantik” sapanya
“Pagi pangeran kece” balasku sambil mengedipkan sebelah mataku padanya
“Sudah siap untuk hari ini?” tanyanya lagi dengan membalas kedipan mataku.
“Siap dong, Lets GO” sambil menaiki motor besarnya itu. Ku harap sesuatu buruk tak terjadi.
“Yuhuuuiii…” Soraknya seru!
—
“Ay, kita cari tempat duduk aja yuk” ajak Gusva, saat dia selesai memarkir motornya.
“ayo deh.”, mengiyakan ajakannya
Setelah
menemukan tempat duduk yang tepat, ayana dan Gusva pun memulai
pembicaraan. Walaupun sudah lama pacaran ayana dan gusva masih belum
handal untuk memulai suatu pembicaraan. Waktu santai lebih banyak kami
habiskan dengan berdiam diri, saling menatap, dan menggenggam satu sama
lain.
“eh ada ice cream tuh” kata Gusva, menunjuk ke tempat
penjual ice cream itu berada. Nampaknya dia mulai bosan dengan keadaan
yang bungkam ini.
“ehm terserah kamu aja deh gus” Jawab Ayana
“ya udah yuk!” ajak Gusva. Dia segera menggandeng tangan ayana dan menarik ayana ke tempat penjual ice cream itu.
Ayana
dan Gusva berjalan menuju penjual ice cream itu. Kami berdua memang
suka sekali makan ice cream, setelah membeli 2 ice cream, kami berdua
kembali ke tempat duduk.
“enak ya ice creamnya” kata gusva, sambil tersenyum padaku.
“iya enak banget” jawab ayana, sambil membalas senyumannya.
“Ay…” kata gusva menatap ayana serius.
“ada apa gus?” tanya ayana heran
“kamu sakit?” tanyanya tiba tiba, yang sontak membuat ayana kaget!
“haa?
e.. eng.. enggak kok” Jawab ayana sedikit berbohong, tak mau orang yang
di depannya ini ikut merasakan betapa perihnya sakit ini. Cukup aku
yang tau ya! begitu pemikirannya.
“emm, emang ada apa?” sambungnya “darah… hidung” kata ayana sambil menunjuk hidungnya sendiri.
Gusva pun segera mengambil tisu di dalam tasnya dan mengelap darah yang keluar itu dengan sangat hati-hati.
“Ay, tolong ya, jujur sama aku, kamu sakit apa?” tanyanya mengulang pertanyaan yang tadi.
“gus,
mungkin aku cuma kecapekan aja, kamu lihat sendiri kan, akhir-akhir ini
tugasku menumpuk, ya jadi mungkin faktor kecapean aja” Jawab ayana
meyakinkan gusva
“ehmm, udah deh gus, kamu gak usah terlalu banyak
mikir. Aku gak papa kok, kalau aku sakit aku pasti bilang sama kamu.
udah, jangan khawatir lagi ya..” kata ayana lagi, sambil memegang kedua
pipi pria yang ada di depannya ini.
terlihat raut wajah khawatir yang tak dapat disembunyikannya itu.
“Hhh.. ya udah lah, kalo kamu sakit bilang aku ya..” kata gusva.
“pasti.” jawab ayana singkat sambil mengacungkan kedua jempolnya.
“pulang yuk,” ajak gusva tiba-tiba
“loh? kok mendadak gini sih, jalan-jalannya gimana?”
“kapan-kapan aja ya, lagi gak enak badan nih,”
“yaelahh, ya udahlah, Yuk,” ajak ayana menarik tangannya dan segera pergi.
‘aku yakin ay, kamu pasti sakit’ batin Gusva
“hey jangan ngelamun aja dong!. yuk pulang” kata ayana membuyarkan lamunannya. aku tahu dia pasti memikirkanku,
‘maafin aku gus, aku belum bisa jujur sama kamu saat ini’ batin ayana
“iya sayang”
Motor
besarnya pun kembali melaju. ayana merangkul pinggang gusva, ayana
menyandarkan kepalanya di pundak gusva. Aku ingin membahagiakannya saat
ini, sebelum bumi menelanku. "kata ayana
Sesampainya di depan
rumah, dia mengecup kening ayana dan langsung melaju pergi begitu saja.
TANPA SATU KATA PUN. Ayana segera berlari menuju kamarnya, tak
dihiraukan suara Ibu yang berteriak memanggilnya. Segera ditutupnya
pintu itu, di kunci, dan mengambil buku diary kecil dalam laci
belajarnya.
Dear diary,
apakah aku jahat?
sejahat apakah diriku ini?
orang sebaik Gusva pun aku bohongi
aku yakin, hanya aku orang paling jahat di dunia ini
Ayana
menghentikan untuk menulis diary dan segera mengambil kertas untuk
menuliskan sebuah surat untuk Gusva. Entah sampai kapan ayana akan
menyembunyikan ini dari gusva.
Esoknya…
“Ayana..” suara itu lagi, suara hangat yang selalu ingin didengar. Gusva. orang itulah yang mempunyai suara hangat ini.
“hay gus, gimana tugasnya? udah selesai?, kalau belum sini aku bantuin”
“udah kok ay, makasih. Tapi ay.. kamu sakit? kok wajah kamu pucat gitu?” Tanya Gusva heran
“sakit? egak kok, aku baik-baik aja. Mungkin aku make bedaknya kebanyakan. Hehehe” candanya
“egak
ay, aku tahu kok bedak itu gimana, dan ini sama sekali bukan warna
bedak. Kamu kan juga pernah bilang ke aku, kalo kamu gak pernah pake
bedak.” Katanya yang langsung membuat ayana bungkam.
“tuh kan
Gusva, kamu itu berlebihan tau gak?, aku gak papa gus, kamu dari kemarin
curiga banget sih. Udah yuk ke kelas.” ajak ayana untuk mengalihkan
perhatiannya.
“Ay, pliis, kamu jujur sama aku, kamu sakit apa?
parah? sampai kamu gak mau bilang ke aku.” Kata gusva menghentikan
langkah ayana, dia memegang pundak ayana dan menatap ayana dengan tajam,
seolah ayana tak bisa bohong lagi. Ayana mengalihkan tatapannya dari
gusva, Ayana benar-benar tak tahu apa lagi yang harus dilakukannya
sekarang.
“Gus, plis, cepat atau lambat kamu akan tau semuanya”
jawab Ayana berlari menuju kelas dan meninggalkan Gusva sendiri yang
masih mencerna kata-katanya
—
“apaaa? ayana masuk rumah
sakit? Iya tante, Gusva segera kesana. Baik tan” Gusva langsung menancap
gasnya ke rumah sakit yang disebutkan oleh Tante Imel, ibu Ayana.
Sesampainya di rumah sakit, Gusva sedikit berlari menuju kamar 203 yang dismskan oleh tante Imel.
“gimana tan? Ayana udah siuman?” Tanya Gusva menghampiri Tante Imel yang sedang duduk diluar.
“hiikkss…
penyakit Ayana udah stadium 5 gus, tante gak tau lagi mau gimana. Kata
dokter, umur Ayana udah gak panjang lagi, dan yang paling tante
sedihkan, umur Ayana udah gak sampai 24 jam gus.” Tangis tante Imel
semakin menjadi-jadi. Gusva heran, stadium 5? apa maksudnya? Ayana kan
gak sakit.
“tunggu tan, Gusva mau tanya, sebenarnya Ayana sakit apa?” tanya Gusva
“jadi
Ayana belum bilang kekamu?” tanya tante Imel heran. Beliau kemudian
menghapus air matanya dengan punggung tangannya dan mengalihkan
pandangan tajamnya menuju Gusva
“bilang? bilang apa tan?, Ayana gak pernah bilang apa-apa kok ke Gusva” kata Gusva heran.
“jadi..
Ayana menderita kanker otak. Dia menyembunyikan penyakit ini dari kamu
dan papanya. Tapi beberapa hari yang lalu, tante udah nyuruh Ayana buat
bilang ke kalian berdua, dan tante pikir kamu sudah tau Gusva..” kata
tante Imel. Air matanya kembali membasahi pipi mulus pemiliknya.
“jadiii…?” gumam Gusva panjang.
—
“Gusvaa..
Ayana sadarrr..” teriak seorang ibu dari dalam ruang inap itu. Yang
dipanggil pun segera masuk dan memeluk mesra seseorang yang bernama
Ayana itu.
“Ay, kenapa sih kamu nyembunyiin ini dari aku.. kenapa
kamu gak bilang ke aku dari awal Ay?” todong Gusva pada Ayana yang saat
ini tergeletak lemah di atas kasur menyebalkan menurutnya.
“aku cuman gak mau buat kamu repot gus, aku gak mau buat kamu sedih. Cukup aku yang merasakan ini semua.” Kata Ayana lemas.
“tapi
ay, aku gak sanggup buat kehilangan kamu. Jangan tinggalin aku ya ay”
pinta Gusva. Ayana tidak menjawabnya. Ayana langsung menoleh pada
ibunya.
“maaa, Ayana ke taman dulu ya sama Gusva.” Pinta Ayana pada ibunya.
“tapi ay, kondisi kamu lagi gak baik.” Kata tante Imel, cemas.
“pliss ma, bentaar aja.” Kata Ayana lagi.
“baiklah, gus hati-ati ya..” kata tante Imel pada Gusva
“baik tante” jawab Gusva
—
“kenapa sih kamu minta kita ke taman?, kondisi kamu kan masi belum membaik ay.” Kata Gusva saat mereka telah berada di taman.
“aku
hanya ingin meninggalkan dunia di tempat terindah dan bersama orang
yang kusayang..” kata Ayana, menatap Gusva. Gusva pun berjongkok
menjajarkan dirinya dengan kursi roda Ayana.
“Ay, apapun yang
terjadi itu udah takdir Allah, kita gak bisa ngerubah segalanya. Aku
tahu ay, kamu pasti kuat.” Kata Gusva menyemangati Ayana.
“Gus,
aku udah gak kuat gus, hidupku di dunia udah cukup ngebuat orang di
sekelilingku susah. Aku kasihan sama mereka gus.” Kata Ayana, air mata
pun mengalir dari kelopak mata indah milik Ayana.
“ay, udah dong, kamu gak usah nangis. Kamu gak cengeng kan. Kamu kuat ay..” sahut Gusva.
“gus, tolong sebutin permintaan yang kamu mau dari aku sebelum aku pergi.” Kata Ayana
“Sstt, jangan ngomong gitu dong ay.”
“gus, plis sebutin aja..” pinta Ayana, memelas pada Gusva yang telah menggenggam erat tangannya..
“hhh…” Gusva menghela nafas lalu menuruti apa yang diperintahkan Ayana.
“aku gak mau apa-apa ay dari kamu. Aku Cuma butuh senyum terindah dari kamu itu aja” kata Gusva.
“aku
akan gus, aku akan senyum seindah mungkin.” Kata Ayana, menangis dan
menunjukkan senyum terindah yang dimilikinya. Beberapa menit kemudian,
Ayana sudah tidak ada.Gusva menangis dan berteriak meneriakkan nama
Ayana..
THE END
0 komentar:
Posting Komentar